BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Agama Hindu dan Buddha
merupakan Agama yang berasal dari negara India, yang pada perjalanannya menjadi
salah satu agama-agama terbesar pengikutnya. Secara garis besar
perkembangan agama Hindu dibedakan menjadi tiga tahap. Tahap
pertama berlangsung sekitar abad 1500-1000 SM yang dikenal dengan agama
Weda. Tahap kedua ditandai dengan munculnya agama Brahman (1000-750 SM),
tahap kedua adalah zaman agama Buddha yang berlangsung sekitar 500 SM-300 M.
yang mempunyai corak berbeda dengan agama Weda.
Tahap ketiga ditandai dengan
munculnya pemikiran-pemikiran kefilsafatan yang berpusat di sekitar sungai
Gangga (750-300 M), dan tahap yang ketiga adalah apa yang dikenal dengan agama
Hindu yang berlangsung sejak 300 M. sampai sekarang.[1] Agama Hindu berkembang
hingga ke luar India termasuk Indonesia, yang dibawa oleh para Rsi atau para
Brahman. Agama Hindu merupakan agama impor yang pertama kali masuk ke Indonesia
dan berinteraksi dengan masyarakat Indonesia yang notabenenya sudah mempercayai
Animisme dan Dinamisme.
Sedangkan agama Buddha sendiri
bisa dikatakan sebagai pembaharu dari agama Hindu yang dibawa oleh Sidharta
Gautama. Yang pada perjalannya sang Buddha sendiri melakukan pengembaraan
untuk mencari penerahan yang abadi. Berbeda halnya dengan agama hindu,
agama Buddha lebih banyak berkembang di Cina di bandingkan dengan asal mulanya
agama tersebut yaitu India.
Sedangakan Agama Hindu dan
Buddha masuk di Indonesia sekitar abad ke 7 M, yang dibawa oleh para Rsi maupun
para Bikhhu. Harun Hadiwijono mengatakan bahwa kira-kira abad ke 15 SM.
nenek moyang bangsa Indonesia memasuki Indoneisa dari daratan Cina Selatan,
dengan melewati dua jalur, yaitu jalur utara dan barat. Jalur utara
melewati Jepang, Taiwan, Pilipin, dan menyebrang di Sulawesi, Indoneisa bagian
Timur, Irian dan Melanesia, sedangakan jalur barat melewati Indo Cina, Siam,
Malaya, serta menyebar di Sumatra, Jawa dan Kalimantan.[2] Dan dari
perjalan atau jalur tersebut, saya berpendapat ini merupakan salah satu cara
masuknya atau berkembanganya pengaruh agama Hindu dan Buddha di
Indonesia.
Dalam bab selanjutnya akan
dibahas tentang kedatangan awal agama Hindu-Buddha dan pembawanya berdasarkan
analisis teori. Selanjutnya membicarakan bagaimana interaksi dengan
kebudayaan Indonesia dan perkembangan Agama Hindu-Buddha di Indonesia yang
ditandai dengan banyaknya peninggalan kerajaan atau berupa prasasti, bangunan
dan segala aspek yang bercorakan Hindu-Buddha. Pada pembahasan
selanjutnya kita membahas tentang persamaan dan perbedaan Agama Hindu-Buddha di
India, Jawa dan Bali. Dan pada pembahasan terakhir kita membicarakan
Hindu Dharma dan Buddha Dharma yang mana ini merupakan ciri khas agama
Hindu-Buddha yang ada di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka masalah dalam yang akan dibahas dalam makalah dapat dirumuskan sebagai
berikut:
3. Apa
Peninggalan-peninggalan Kebudayaan Hindu-Budha
C.
Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk
mengetahui:
3. Peninggalan-peninggalan
Kebudayaan Hindu-Budha
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Masuk dan Berkembangnya Kebudayaan Hindu-Buddha di
Indonesia
Munculnya
pemerintahan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia tidak
terlepas dari pengaruh kebudayaan India. Kebudayaan India itu bersentuhan
dengan kebudayaan Indonesia. Persentuhan kebudayaan ini terjadi sebagai salah
satu akibat dari adanya hubungan yang dilakukakan oleh orang-orang India dengan
orang-orang Indonesia atau sebaliknya. Hubungan itu berawal dari kegiatan
perdagangan sehingga pengaruh-pengaruh kebudayaan India dengan Budha masuk ke
Indonesia.
a. Bangsa
India yang Aktif
Pendapat mengenai
keaktifan orang-orang India dalam menyebarkan kebudayaan Hindu-Budha di
Indonesia yaitu sebagai berikut :
1) Hipotesis
Waisya
Hipotesis waisya dikemukakan oleh NJ. Krom
yang menyebutkan bahwa proses masuknya kebudayaan Hindu-Budha melalui hubungan
dagang antara India dan Indonesia.
2) Hipotesis
Ksatria
Ada tiga pendapat mengenai proses penyebaran
kebudayaan Hindu-Budha yang dilakukan oleh golongan Ksatria yaitu :
a) CC.
Berg menjelaskan bahwa golongan ksatria yang turut menyebarkan kebudayaan
Hindu-Budha di Indonesia. Para ksatria Hindia yang terlibat konflik dalam
masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Para ksatria memberi bantuan yang
banyak membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku yang bertikai
sebagai hadiahnya ada diantara mereka yang kemudian dinikahkan dengan salah
satu putri dari kepala suku yang dibantunya. Dari perkawinannya itu para
ksatria dengan mudah menyebarkan tradisi Hindu-Budha pada keluarga yang
dinikahinya.
b) Moekerji
juga mengatakan bahwa golongan ksatria dari India lah yang membawa pengaruh
kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Para ksatria membangun koloni – koloni
yang berkembang menjadi sebuah kerajaan.
c) J.L
Moens mencoba menghubungkan proses tebentuknya kerajaan-kerajaan di Indonesia
pada awal abad ke-5 dengan situasi yang terjadi di India pada abad yang sama.
Ternyata sekitar abad ke-5 ada diantara para keluarga kerajaan di
India selatan melarikan diri ke Indonesia sewaktu kerajaannya mengalami
kehancuran. Mereka itu nantinya mendirikan kerajaan di Indonesia.
3) Hipotesis
Brahmana
Jc.
Van Leur mengatakan bahwa kebudayaan Hindu-Budha di India yang menyebar ke
Indonesia dibawa oleh golongan brahmana. Hal itu didasarkan pada pengamatan
terhadap sisa-sisa peniggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di
Indonesia terutama pada prasasti-prasasti yang menggunakan bahasa sansekerta
dan huruf pallawa. Karena hanya golongan brahmana lah yang menguasai bahasa dan
huruf itu maka sangat jelas disini adanya peran brahmana.
b. Bangsa
Indonesia yang Aktif
Pendapat mengenai keaktifan orang-orang
Indonesia diungkapkan oleh F.D.K Bosch. Menurut Bosch, yang pertama kali datang
ke Indonesia adalah orang-orang India yang memiliki semangat untuk menyebarkan
agama Hindu-Budha.
Setelah tiba di Indonesia mereka menyebarka
ajarannya. Karena pengaruhnya itu ada diantara tokoh masyarakat yang tertarik
untuk mengikuti ajarannya. Pada perkembangan selanjutnya, banyak orang
Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berziarah dan belajar agama
Hindu-Budha di Indonesia. Sekembalinya di Indonesia merekalah yang
mengajarkannya pada masyarakat yang lain.
Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha
merupakan salah satu bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia.
Setiap kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak dan
turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu antara lain :
1. Kerajaan
Kutai
Kerajaan
Kutai dengan nama asli Kutai Martadipura merupakan kerajaan hindu tertua di
Indonesia, dengan aliran agama hindu-siwa. Letaknya di Muara Kaman tepatnya
pada hulu sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Keberadaan kerajaan ini ditandai
dengan adanya 7 buah prasasti, yang dinamai prasasti yupa dengan huruf palawa
dan bahasa sansekerta. Pendirinya adalah Raja Kudungga. Setelah Raja Kudungga
wafat, kerajaan diambil alih oleh putranya, Raja Aswawarman. Dan setelah Raja
Aswawarman wafat, kerajaan diambil alih oleh putra Raja Aswawarman, yaitu Raja
Mulawarman.
Pada
sebuah prasasti Yupa abad ke-4, dikisahkan bahwa Raja Mulawarman telah
menyumbangkan 1000 ekor sapi kepada para brahmana. Kisah ini menceritakan
betapa dermawannya seorang Raja Mulawarman, dari sini dapat dianalisis bahwa
masyarakat Kutai makmur dan bermata pencaharian sebagai petani dan beternak.
2. Kerajaan
Tarumanegara
Sumber
mengenai kerajaan Tarumanegara berasal dari tujuh buah prasasti yang berbahasa
sansekerta dan huruf pallawa. Prasasti tersebut adalah prasasti Ciaruteun,
Kebun Kopi, Jambu, Tugu, Pasar Awi, Muara Cianten, dan Lebak. Seorang musafir
Cina bernama Fa-Hsien pernah datang di Jawa pada tahun 414 M. Ia telah menyebut
keberadaan kerajaan To-lo-mo atau Taruma di Pulau Jawa. Kerajaan Tarumanegara
diperkirakan berkembang pada abad V M. Raja terbesar yang berkuasa adalah
Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman meliputi hampir seluruh Jawa Barat
dengan pusat kekuasaan di daerah Bogor. Raja pernah memerintahkan pembangunan
irigasi dengan cara menggali sebuah saluran panjang 6.112 tumbak (± 11 km). Saluran
itu berfungsi untuk mencegah bahaya banjir. Saluran ini selanjutnya disebut
sebagai sungai Gomati.
3. Kerajaan
Sriwijaya
Kerajaan
sriwijaya adalah salah satu kerajaan terbesar yang pernah berjaya di Indonesia.
Kerajaan ini mampu mengembangkan diri sebagai negara maritim dengan menguasai
lalu lintas pelayaran dan perdagangan internasional.Keberadaan kerajaan ini
diketahui melalui enam buah prasasti yang menggunakan bahasa melayu kuno dan
huruf pallawa, serta telah menggunakan angka tahun saka. Prasasti tersebut
adalah Kedukan Bukit, Talang Tuo, Telaga Batu, Kota Kapur dan Karang Berahi.
Nama Sriwijaya juga terdapat dalam berita Cina dan disebut Shih-lo-fo-shih atau
Fo-shih. Sementara itu di berita Arab, Sriwijaya disebut dengan Zabag atau
Zabay atau dengan sebutan Sribuza. Seorang pendeta Cina yang bernama I-Tsing
sering dataang ke Sriwijaya sejak tahun 672 M. Ia menceritakan bahwa di
Sriwijaya terdapat 1.000 orang pendeta yang menguasai agama seperti di India.
Berita dari Dinasti Sung juga menceritakan tentang pengiriman utusan dari
Sriwijaya tahun 971-992 M.
Raja
pertama Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanaga. Raja yang terkenal dari
kerajaan Sriwijaya adalah Balaputradewa. Ia memerintah sekitar abad IX M.
Sriwijaya merupakan pusat pendidikan dan penyebaran agama Buddha di Asia
Tenggara. Menurut berita I-Tsing, pada abad VIII M di Sriwijaya terdapat 1.000
orang pendeta yang belajar agama Buddha di bawah bimbingan Sakyakirti. Menurut
prasasti Nalanda, para pemuda Sriwijaya juga mempelajari agama Buddha dan ilmu
lainnya di India. Kebudayaan Kerajaan Sriwijaya sangat maju dan bisa dilihat
dari peninggalan suci sepeti stupa, candi, atau patung/arca Buddha seperti
ditemukan di Jambi, Muara Takus, dan Gunung Tua (Padang Lawas) serta di Bukit
Siguntang (Palembang).
4. Mataram
Kuno
Menurut
Teori Van Bammalen, letak kerajaan ini berpindah-pindah, hal
ini disebabkan oleh 2 alasan, yaitu karena adanya bencana alam letusan
Gunung Merapi, dan karena adanya peperangan dalam perebutan kekuasaan. Awalnya,
pada abad ke-8 kerajaan ini terletak di daerah Jawa Tengah, kemudian setelah
Gunung Merapi meletus pada abad ke-10, kerajaan ini dipindahkan ke Jawa Timur
oleh Mpu Sindok. Agama di kerajaan ini pun terbagi menjadi 2, yaitu hindu pada
Dinasti Sanjaya dan budha pada Dinasti Syailendra. Kerajaan Mataram Kuno
didirikan oleh Raja Sanna. Raja Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya,
Raja Sanjaya.
Setelah
Raja Sanjaya meninggal, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh putranya yang
bernama Rakai Panangkaran. Raja Mataram Kuno setelah Rakai Panangkaran adalah
Rakai Warak, kemudian Rakai Warak digantikan oleh Rakai Garung
(Samaratungga). Di tengah-tengah pemerintahan kerajaan Mataram Kuno, Datanglah
keinginan Rakai Pikatan untuk menjadi penguasa tunggal sebagai Dinasti Sanjaya.
Persaingan antara Dinasti Sanjaya yang dipimpin Rakai Pikatan dengan Dinasti
Syailendra yang dipimpin Raja Samaratungga, membuat cita-cita Rakai Pikatan
untuk menjadi penguasa tunggal di Pulau Jawa terhalang. Terjadi pertikaian
antar kedua dinasti. Akhirnya pada abad ke-9 terjadi penggabungan kedua dinasti
melalui pernikahan politik antara Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya dengan
Pramodawardhani dari Dinasti Syailendra. Namun, pernikahan antara Rakai Pikatan
dengan Pramodawardhani ternyata tidak membuahkan kedamaian, malah justru
membuat pertikaian antara Dinasti Sanjaya dengan Dinasti Syailendra semakin
sengit.
Akhirnya,
Rakai Pikatan sebagai Dinasti Sanjaya berhasil menguasai kerajaan sedangkan
Pramodawardhani bersama anaknya, Balaputradewa melarikan diri ke Palembang,
Sumatra Selatan untuk kemudian mereka menjalankan sebuah kerajaan bernama
Kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan Prasasti Balitung, setelah Rakai Pikatan wafat,
kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Rakai Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan
penasehat yang juga jadi pelaksana pemerintahan. Dewan yang terdiri atas lima
patih ini di antaranya adalah:
a. Ratu, Datu,
Sri Maharaj
b. Rakryan Mahamantri
I Hino
c. Mahamantri
Halu & Mahamantri I Sirikan
d. Mahamantri Wko
& Mahamantri Bawang
e. Rakryan
Kanuruhan
Raja
Mataram selanjutnya adalah Rakai Watuhumalang, kemudian dilanjutkan oleh Dyah
Balitung yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya
Maha Dambhu sebagai Raja Mataram Kuno yang sangat terkenal. Raja Balitung
berhasil menyatukan kembali Kerajaan Mataram Kuno dari ancaman perpecahan. Di
masa pemerintahannya, Raja Balitung menyempurnakan struktur pemerintahan dengan
menambah susunan hierarki. Bawahan Raja Mataram terdiri atas tiga pejabat
penting, yaitu Rakryan I Hino sebagai tangan kanan raja yang didampingi oleh
dua pejabat lainnya.
Rakryan
I Halu, dan Rakryan I Sirikan. Selain struktur pemerintahan baru, Raja Balitung
juga menulis Prasasti Balitung. Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti
Mantyasih ini adalah prasasti pertama di Kerajaan Mataram Kuno yang memuat
silsilah pemerintahan Dinasti Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan
Mataram Kuno masih mengalami pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat
kerajaan pindah ke Jawa Timur. Mpu Daksa, yang pada masa pemerintahan Raja
Balitung menjabat Rakryan i Hino, melakukan kudeta karena merasa bahwa ia
adalah keturunan asli Dinasti Sanjaya, kemudian Mpu Daksa digantikan oleh
menantunya, Sri Maharaja Tulodhong.
5. Kerajaan
Singhasari
Keberadaan Kerajaan
Singhasari didasarkan pada kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca yang
menjelaskan raja-raja yang memerintah di Singasari serta kitab Pararaton yang
juga menceritakan keajaiban Ken Arok. Ken Arok semula sebagai akuwu (bupati) di
Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya karena tertarik kepada Ken
Dedes isteri Tunggul Ametung. Pada tahun 1222 M Ken Arok menyerang kediri
sehingga Kertajaya mengalami kekalahan pada pertempuran di desa Ganter.
Ken
Arok menyatakan dirinya sebagai Raja Singasari dengan gelar Sri Rangga Rajasa
Bhattara Sang Amurwabhumi. Raja Singasari yang terkenal adalah Kertanegara Karena
di bawah pemerintahannya Singasari mencapai puncak kebesarannya. Kertanegara
bergelar Sri Maharajaderaja Sri Kertanegara mempunyai gagaasan politik untuk
memperluas wilayah kekuasannya, menyingkirkan lawan-lawan politiknya, menumpas
pemberontakan, menyatukan agama Syiwa dan Buddha menjadi agama Tantrayana
(Syiwa Buddha dipimpin oleh Dharma Dyaksa), melakukan politik perkawinan, dan
mengirim ekspedisi Pamalayu tahun1275.
6. Kerajaan
Majapahit
Kerajaan Majapahit
merupakan kerajaan Hindu terakhir dan terbesar di Indonesia. Letaknya di Pulau
Jawa. Pendirinya adalah Raden Wijaya yang sempat melarikan diri ke Madura
bersama istrinya saat terjadi Peristiwa Mahapralaya. Kerajaan Majapahit,
awalnya hanyalah sebuah desa kecil bernama Desa Tarik yang merupakan pemberian
Raja Jayakatwang dari Kediri. Raden Wijaya telah dimaafkan dan dipercaya tidak
bersalah atas kesalahan generasi atasnya.
Singkat
cerita, pada tahun 1292, armada Cina yang terdiri dari 1.000 buah kapal dengan
20.000 orang prajurit tiba di Tuban, Jawa Timur dengan tujuan untuk menyerang
Raja Kertanegara yang telah merebut Kerajaan Melayu dan menyatakan tidak mau
tunduk pada Kaisar Kubilai Khan. Mereka tidak tau bahwa Raja Kertanegara
beserta Kerajaan Singhasari itu telah meninggal dan hancur dikalahkan oleh Raja
Jayakatwang dari Kediri. Mengetahui rencana penyerangan dari Cina ini, Raden
Wijaya mengambil kesempatan untuk merebut kembali Kerajaan Singhasari. Ia
menggabungkan diri dengan pasukan cina dan menyerang Raja Jayakatwang di
Kediri.
Kerajaan
Kediri tidak mampu menghadapi serangan, sehingga Raja Jayakatwang berhasil
dikalahkan. Kemenangan itu membuat pasukan Cina bergembira dan berpesta pora.
Mereka tidak menyangka ketika sedang berpesta pora, pasukan Majapahit balik
menyerang mereka. Akhirnya pasukan armada Cina kalah, dan mereka segera kembali
ke tanah airnya. Sejak saat itu Kerajaan Majaphit mulai berkuasa. Pada tahun
1295, berturut-turut pecah pembrontakan yang dipimpin oleh Rangga lawe dan
disusul oleh Saro serta Nambi. Pembrontakan-pembrontakan itu bisa dipadamkan.
Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 dan mendapat penghormatan di dua tempat,
yaitu Candi Simping (Sumberjati) dan Candi Artahpura. Setelah Raden Wijaya
wafat, putera permaisuri Tribuwaneswari yang bernama Jayanegara menggantikannya
sebagai Raja Majapahit.
Pada
awal pemerintahannya Jayanegara harus menghadapi sisa pemberontakan yang
meletus dimasa ayahnya masih hidup. Selain pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja
Jayanegara diselamatkan oleh pasukan pengawal (Bhayangkari) yang dipimpin oleh
Gajah Mada ia kemudian diungsikan ke Desa Bedager. Raja Jayanegara wafat tahun
1328 karena dibunuh oleh salah seorang anggota dharmaoutra yang bernama Tanca.
Oleh karena ia tidak mempunyai putra ia kemudian digantikan oleh adik
perempuannya Bhre Kahuripan yang bergelar Tribuanatunggadewi
Jayawishnuwardhani.
Suaminya
bernama Cakradhara yang berkuasa di Singasari dengan gelar Kertawerdhana. Dari
kitab Negarakertagama, digambarkan adanya beberapa pemberontakan di masa
pemerintahan Ratu Tribuanatunggadewi. Pembrontakan yang paling berbahaya adalah
pemberontakan di Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Namun pemberontakan itu dapat
dipadamkan oleh Gajah Mada. Setelah itu Gajah Mada bersumpah di hadapan Raja
dan para pembesar kerajaan bahwa ia tidak akan amukti palapa (memakan buah
palapa), sebelum ia dapat menundukan seluruh Nusantara di bawah naungan
Majapahit.
Pada
tahun 1334, lahirlah putra mahkota Kerajaan Majapahit yang diberi nama Hayam
Wuruk. Pada tahun 1350, Ratu Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah
berkuasa 22 tahun. Ia wafat pada tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Wuruk
dinobatkan sebagai raja Majapahit dan bergelar Sri Rajasanagara dan Gajah Mada
diangkat sebagai Patih Hamangkubumi. Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah
Mada, Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit
menguasai wilayah yang sangat luas. Hampir seluruh wilayah Nusantara tunduk
pada Majapahit, namun ada satu kerajaan kecil yang belum berhasil dikuasai
kerajaan Majapahit, yaitu Kerajaan Sunda Galuh. Raja Hayam Wuruk bersama Patih
Gajah Mada berusaha untuk menaklukan kerajaan tersebut.
Namun
ketika itu Raja Hayam Wuruk terlanjur jatuh cinta pada putri dari Kerajaan
Sunda Galuh yang bernama Dyah Pitaloka. Raja Hayam Wuruk bermaksud untuk
menikahi Dyah Pitaloka. Ia mengundang keluarga besar Kerajaan Sunda Galuh
datang ke Kerajaan Majapahit untuk menikah dengan Dyah Pitaloka. Ketika keluarga
besar dari kerajaan Sunda Galuh tiba di Kerajaan Majapahit, terjadi
kesalahpahaman. Patih Gajah Mada mengira bahwa keluarga besar Kerajaan Sunda
Galuh ingin menyerang Kerajaan Majapahit, akhirnya Patih Gajah Mada segera
mengeluarkan pasukan dan membunuh semua anggota keluarga Kerajaan Sunda Galuh.
Hanya Dyah Pitaloka yang tidak dibunuh. Melihat seluruh keluarganya tewas, Dyah
Pitaloka pun akhirnya melakukan belapati (bunuh diri) pada dirinya sendiri.
Raja
Hayam wuruk yang mengetahui peristiwa kesalah pahaman tersebut menjadi marah,
terlebih ketika melihat calon istrinya mati karena bunuh diri atas
kesalahpahaman patihnya. Akhirnya, Raja Hayam Wuruk pun sakit, dan meninggal
karena sakit hati. Sejak kematian Raja Hayam Wuruk, maka Kerajaan Majapahit
mencapai masa kemunduran, perlahan-lahan kekuasaan Majapahit pun runtuh. Pada
salah satu versi cerita, dikisahkan Sang Patih, Gajah Mada pergi ke sebuah
gunung untuk berdiam diri dan menjadi pertapa karena merasa bersalah pada
rajanya.
C. Peninggalan-peninggalan Kebudayaan
Hindu-Budha
Masuknya kebudayaan India
ke Indonesia telah membawa pengaruh terhadap perkembangan kebudayaan di
Indonesia. Kebudayaan yang datang dari India mengalami proses penyesuaian
dengan kebudayaan asli Indonesia. Terjadilah proses akulturasi. Pengaruh
kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan
sejarah dalam berbagai bidang, antara lain:
1) Bidang
agama, dibuktikan dengan berkembangnya agama Hindu dan Budha di Indonesia.
2) Bidang
politik dan pemerintahan, sistem pemerintahan yang berlangsung di Indonesia
masih berupa pemerintahan kesukuan yang dipimpin oleh seorang kepala suku.
Kemudian masuknya pengaruh India membawa pengaruh pada terbentuknya kerajaan
yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia.
3) Bidang
pendidikan, lembaga-lembaga pendidikan semacam asrama merupakan bukti dari
pengaruh kebudayaan Hindu-Budha. Lembaga tersebut mempelajari satu bidang saja,
yaitu keagamaan.
4) Bidang
sastra dan bahasa, pengaruh kebudayaan Hindu-Budha pada bidang sastra
menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa oleh masyarakat Indonesia.
Karya sastra itu antara lain:
a. Arjunawiwaha,
b. Bharatayudha,
c. Gatotkacasraya
d. Arjuna
wijaya dan Sutasoma
e. Negarakertagama
f. Wretta
sancaya Lubdhaka.
5) Bidang
seni tari, relief-relief yang terdapat pada candi-candi Borobudur dan Prambanan
menunjukan adanya bentuk tarian yang berkembang pada masa itu. Tarian perang,
tuwung, bungkuk, ganding, matapukan merupakan tarian yang terlihat direlief
candi tersebut.
6) Hiasan
pada candi atau sering disebut dengan relief yang terdapat pada candi-candi di
Indonesia.
7) Wujud
akulturasi pemujaan arwah leluhur dengan ajaran Hindu-Budha yang dapat dilihat
dari bentuk arca dan patung yang ditempatkan di Candi.
8) Bidang
seni bangunan. Bidang seni bangunan adalah salah satu peninggalan budaya
Hindu-Budha di Indonesia yang sangat menonjol antara lain candi dan stupa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendapat mengenai proses masuk dan
berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia, yaitu hipotesis Waisya,
Hipotesis Ksatria, Hipotesis Brahmana dan teori Arus Balik. Masuk dan
berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Budha membawa pengaruh besar di
berbagai bidang. Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan
salah satu bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Setiap
kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak dan
turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu antara lain : Kerajaan
Kutai, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sriwijaya, Mataram
Kuno, Kerajaan Singhasari, Kerajaan Majapahit. Masuknya kebudayaan
India ke Indonesia telah membawa pengaruh terhadap perkembangan kebudayaaan di
Indonesia. Namun kebudayaan asli Indonesia tidak begitu luntur. Kebudayaan yang
datang dari India mengalami proses penyesuaian dengan kebudayaan, maka
terjadilah proses akulturasi kebudayaan.
B. Saran
Kebudayaan yang berkembang di Indoneisa pada
tahap awal diyakini berasal dari India. Pengaruh itu diduga mulai masuk pada
awal abad masehi. Apabila kita membandingkan peninggalan sejarah yang ada di
Indonesia akan ditemukan kemiripan itu. Sebelum kenal dengan kebudayaan India,
bangunan yang kita miliki masih sangat sederhana. Saat itu belum dikenal
arsitektur bangunan seperti candi atau keraton. Tata kota di pusat kerajaan
juga dipengaruhi kebudayaan hindu. Demikian pula dalam hal kebudayaan yang lain
seperti peribadatan dan kesastraan.Kita harus menjaga kelestarian dan budaya-budaya
yang ditinggalkan agama Hindu-Budha.
DAFTAR PUSTAKA
Nasrudin Muh, Warsito S.W, Nursa’ban
Muh, Mari Belajar IPS VII, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional, 2008
Iwan Setiawan dkk, Wawasan
Sosial, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional Indonesia, 2008
Rickflefs, M. C. Sejarah Indonesia
Modern. Yogyaarta : Gajah
Mada university Press,
1998
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Agama Hindu dan Buddha
merupakan Agama yang berasal dari negara India, yang pada perjalanannya menjadi
salah satu agama-agama terbesar pengikutnya. Secara garis besar
perkembangan agama Hindu dibedakan menjadi tiga tahap. Tahap
pertama berlangsung sekitar abad 1500-1000 SM yang dikenal dengan agama
Weda. Tahap kedua ditandai dengan munculnya agama Brahman (1000-750 SM),
tahap kedua adalah zaman agama Buddha yang berlangsung sekitar 500 SM-300 M.
yang mempunyai corak berbeda dengan agama Weda.
Tahap ketiga ditandai dengan
munculnya pemikiran-pemikiran kefilsafatan yang berpusat di sekitar sungai
Gangga (750-300 M), dan tahap yang ketiga adalah apa yang dikenal dengan agama
Hindu yang berlangsung sejak 300 M. sampai sekarang.[1] Agama Hindu berkembang
hingga ke luar India termasuk Indonesia, yang dibawa oleh para Rsi atau para
Brahman. Agama Hindu merupakan agama impor yang pertama kali masuk ke Indonesia
dan berinteraksi dengan masyarakat Indonesia yang notabenenya sudah mempercayai
Animisme dan Dinamisme.
Sedangkan agama Buddha sendiri
bisa dikatakan sebagai pembaharu dari agama Hindu yang dibawa oleh Sidharta
Gautama. Yang pada perjalannya sang Buddha sendiri melakukan pengembaraan
untuk mencari penerahan yang abadi. Berbeda halnya dengan agama hindu,
agama Buddha lebih banyak berkembang di Cina di bandingkan dengan asal mulanya
agama tersebut yaitu India.
Sedangakan Agama Hindu dan
Buddha masuk di Indonesia sekitar abad ke 7 M, yang dibawa oleh para Rsi maupun
para Bikhhu. Harun Hadiwijono mengatakan bahwa kira-kira abad ke 15 SM.
nenek moyang bangsa Indonesia memasuki Indoneisa dari daratan Cina Selatan,
dengan melewati dua jalur, yaitu jalur utara dan barat. Jalur utara
melewati Jepang, Taiwan, Pilipin, dan menyebrang di Sulawesi, Indoneisa bagian
Timur, Irian dan Melanesia, sedangakan jalur barat melewati Indo Cina, Siam,
Malaya, serta menyebar di Sumatra, Jawa dan Kalimantan.[2] Dan dari
perjalan atau jalur tersebut, saya berpendapat ini merupakan salah satu cara
masuknya atau berkembanganya pengaruh agama Hindu dan Buddha di
Indonesia.
Dalam bab selanjutnya akan
dibahas tentang kedatangan awal agama Hindu-Buddha dan pembawanya berdasarkan
analisis teori. Selanjutnya membicarakan bagaimana interaksi dengan
kebudayaan Indonesia dan perkembangan Agama Hindu-Buddha di Indonesia yang
ditandai dengan banyaknya peninggalan kerajaan atau berupa prasasti, bangunan
dan segala aspek yang bercorakan Hindu-Buddha. Pada pembahasan
selanjutnya kita membahas tentang persamaan dan perbedaan Agama Hindu-Buddha di
India, Jawa dan Bali. Dan pada pembahasan terakhir kita membicarakan
Hindu Dharma dan Buddha Dharma yang mana ini merupakan ciri khas agama
Hindu-Buddha yang ada di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka masalah dalam yang akan dibahas dalam makalah dapat dirumuskan sebagai
berikut:
3. Apa
Peninggalan-peninggalan Kebudayaan Hindu-Budha
C.
Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk
mengetahui:
3. Peninggalan-peninggalan
Kebudayaan Hindu-Budha
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Masuk dan Berkembangnya Kebudayaan Hindu-Buddha di
Indonesia
Munculnya
pemerintahan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia tidak
terlepas dari pengaruh kebudayaan India. Kebudayaan India itu bersentuhan
dengan kebudayaan Indonesia. Persentuhan kebudayaan ini terjadi sebagai salah
satu akibat dari adanya hubungan yang dilakukakan oleh orang-orang India dengan
orang-orang Indonesia atau sebaliknya. Hubungan itu berawal dari kegiatan
perdagangan sehingga pengaruh-pengaruh kebudayaan India dengan Budha masuk ke
Indonesia.
a. Bangsa
India yang Aktif
Pendapat mengenai
keaktifan orang-orang India dalam menyebarkan kebudayaan Hindu-Budha di
Indonesia yaitu sebagai berikut :
1) Hipotesis
Waisya
Hipotesis waisya dikemukakan oleh NJ. Krom
yang menyebutkan bahwa proses masuknya kebudayaan Hindu-Budha melalui hubungan
dagang antara India dan Indonesia.
2) Hipotesis
Ksatria
Ada tiga pendapat mengenai proses penyebaran
kebudayaan Hindu-Budha yang dilakukan oleh golongan Ksatria yaitu :
a) CC.
Berg menjelaskan bahwa golongan ksatria yang turut menyebarkan kebudayaan
Hindu-Budha di Indonesia. Para ksatria Hindia yang terlibat konflik dalam
masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Para ksatria memberi bantuan yang
banyak membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku yang bertikai
sebagai hadiahnya ada diantara mereka yang kemudian dinikahkan dengan salah
satu putri dari kepala suku yang dibantunya. Dari perkawinannya itu para
ksatria dengan mudah menyebarkan tradisi Hindu-Budha pada keluarga yang
dinikahinya.
b) Moekerji
juga mengatakan bahwa golongan ksatria dari India lah yang membawa pengaruh
kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Para ksatria membangun koloni – koloni
yang berkembang menjadi sebuah kerajaan.
c) J.L
Moens mencoba menghubungkan proses tebentuknya kerajaan-kerajaan di Indonesia
pada awal abad ke-5 dengan situasi yang terjadi di India pada abad yang sama.
Ternyata sekitar abad ke-5 ada diantara para keluarga kerajaan di
India selatan melarikan diri ke Indonesia sewaktu kerajaannya mengalami
kehancuran. Mereka itu nantinya mendirikan kerajaan di Indonesia.
3) Hipotesis
Brahmana
Jc.
Van Leur mengatakan bahwa kebudayaan Hindu-Budha di India yang menyebar ke
Indonesia dibawa oleh golongan brahmana. Hal itu didasarkan pada pengamatan
terhadap sisa-sisa peniggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di
Indonesia terutama pada prasasti-prasasti yang menggunakan bahasa sansekerta
dan huruf pallawa. Karena hanya golongan brahmana lah yang menguasai bahasa dan
huruf itu maka sangat jelas disini adanya peran brahmana.
b. Bangsa
Indonesia yang Aktif
Pendapat mengenai keaktifan orang-orang
Indonesia diungkapkan oleh F.D.K Bosch. Menurut Bosch, yang pertama kali datang
ke Indonesia adalah orang-orang India yang memiliki semangat untuk menyebarkan
agama Hindu-Budha.
Setelah tiba di Indonesia mereka menyebarka
ajarannya. Karena pengaruhnya itu ada diantara tokoh masyarakat yang tertarik
untuk mengikuti ajarannya. Pada perkembangan selanjutnya, banyak orang
Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berziarah dan belajar agama
Hindu-Budha di Indonesia. Sekembalinya di Indonesia merekalah yang
mengajarkannya pada masyarakat yang lain.
Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha
merupakan salah satu bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia.
Setiap kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak dan
turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu antara lain :
1. Kerajaan
Kutai
Kerajaan
Kutai dengan nama asli Kutai Martadipura merupakan kerajaan hindu tertua di
Indonesia, dengan aliran agama hindu-siwa. Letaknya di Muara Kaman tepatnya
pada hulu sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Keberadaan kerajaan ini ditandai
dengan adanya 7 buah prasasti, yang dinamai prasasti yupa dengan huruf palawa
dan bahasa sansekerta. Pendirinya adalah Raja Kudungga. Setelah Raja Kudungga
wafat, kerajaan diambil alih oleh putranya, Raja Aswawarman. Dan setelah Raja
Aswawarman wafat, kerajaan diambil alih oleh putra Raja Aswawarman, yaitu Raja
Mulawarman.
Pada
sebuah prasasti Yupa abad ke-4, dikisahkan bahwa Raja Mulawarman telah
menyumbangkan 1000 ekor sapi kepada para brahmana. Kisah ini menceritakan
betapa dermawannya seorang Raja Mulawarman, dari sini dapat dianalisis bahwa
masyarakat Kutai makmur dan bermata pencaharian sebagai petani dan beternak.
2. Kerajaan
Tarumanegara
Sumber
mengenai kerajaan Tarumanegara berasal dari tujuh buah prasasti yang berbahasa
sansekerta dan huruf pallawa. Prasasti tersebut adalah prasasti Ciaruteun,
Kebun Kopi, Jambu, Tugu, Pasar Awi, Muara Cianten, dan Lebak. Seorang musafir
Cina bernama Fa-Hsien pernah datang di Jawa pada tahun 414 M. Ia telah menyebut
keberadaan kerajaan To-lo-mo atau Taruma di Pulau Jawa. Kerajaan Tarumanegara
diperkirakan berkembang pada abad V M. Raja terbesar yang berkuasa adalah
Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman meliputi hampir seluruh Jawa Barat
dengan pusat kekuasaan di daerah Bogor. Raja pernah memerintahkan pembangunan
irigasi dengan cara menggali sebuah saluran panjang 6.112 tumbak (± 11 km). Saluran
itu berfungsi untuk mencegah bahaya banjir. Saluran ini selanjutnya disebut
sebagai sungai Gomati.
3. Kerajaan
Sriwijaya
Kerajaan
sriwijaya adalah salah satu kerajaan terbesar yang pernah berjaya di Indonesia.
Kerajaan ini mampu mengembangkan diri sebagai negara maritim dengan menguasai
lalu lintas pelayaran dan perdagangan internasional.Keberadaan kerajaan ini
diketahui melalui enam buah prasasti yang menggunakan bahasa melayu kuno dan
huruf pallawa, serta telah menggunakan angka tahun saka. Prasasti tersebut
adalah Kedukan Bukit, Talang Tuo, Telaga Batu, Kota Kapur dan Karang Berahi.
Nama Sriwijaya juga terdapat dalam berita Cina dan disebut Shih-lo-fo-shih atau
Fo-shih. Sementara itu di berita Arab, Sriwijaya disebut dengan Zabag atau
Zabay atau dengan sebutan Sribuza. Seorang pendeta Cina yang bernama I-Tsing
sering dataang ke Sriwijaya sejak tahun 672 M. Ia menceritakan bahwa di
Sriwijaya terdapat 1.000 orang pendeta yang menguasai agama seperti di India.
Berita dari Dinasti Sung juga menceritakan tentang pengiriman utusan dari
Sriwijaya tahun 971-992 M.
Raja
pertama Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanaga. Raja yang terkenal dari
kerajaan Sriwijaya adalah Balaputradewa. Ia memerintah sekitar abad IX M.
Sriwijaya merupakan pusat pendidikan dan penyebaran agama Buddha di Asia
Tenggara. Menurut berita I-Tsing, pada abad VIII M di Sriwijaya terdapat 1.000
orang pendeta yang belajar agama Buddha di bawah bimbingan Sakyakirti. Menurut
prasasti Nalanda, para pemuda Sriwijaya juga mempelajari agama Buddha dan ilmu
lainnya di India. Kebudayaan Kerajaan Sriwijaya sangat maju dan bisa dilihat
dari peninggalan suci sepeti stupa, candi, atau patung/arca Buddha seperti
ditemukan di Jambi, Muara Takus, dan Gunung Tua (Padang Lawas) serta di Bukit
Siguntang (Palembang).
4. Mataram
Kuno
Menurut
Teori Van Bammalen, letak kerajaan ini berpindah-pindah, hal
ini disebabkan oleh 2 alasan, yaitu karena adanya bencana alam letusan
Gunung Merapi, dan karena adanya peperangan dalam perebutan kekuasaan. Awalnya,
pada abad ke-8 kerajaan ini terletak di daerah Jawa Tengah, kemudian setelah
Gunung Merapi meletus pada abad ke-10, kerajaan ini dipindahkan ke Jawa Timur
oleh Mpu Sindok. Agama di kerajaan ini pun terbagi menjadi 2, yaitu hindu pada
Dinasti Sanjaya dan budha pada Dinasti Syailendra. Kerajaan Mataram Kuno
didirikan oleh Raja Sanna. Raja Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya,
Raja Sanjaya.
Setelah
Raja Sanjaya meninggal, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh putranya yang
bernama Rakai Panangkaran. Raja Mataram Kuno setelah Rakai Panangkaran adalah
Rakai Warak, kemudian Rakai Warak digantikan oleh Rakai Garung
(Samaratungga). Di tengah-tengah pemerintahan kerajaan Mataram Kuno, Datanglah
keinginan Rakai Pikatan untuk menjadi penguasa tunggal sebagai Dinasti Sanjaya.
Persaingan antara Dinasti Sanjaya yang dipimpin Rakai Pikatan dengan Dinasti
Syailendra yang dipimpin Raja Samaratungga, membuat cita-cita Rakai Pikatan
untuk menjadi penguasa tunggal di Pulau Jawa terhalang. Terjadi pertikaian
antar kedua dinasti. Akhirnya pada abad ke-9 terjadi penggabungan kedua dinasti
melalui pernikahan politik antara Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya dengan
Pramodawardhani dari Dinasti Syailendra. Namun, pernikahan antara Rakai Pikatan
dengan Pramodawardhani ternyata tidak membuahkan kedamaian, malah justru
membuat pertikaian antara Dinasti Sanjaya dengan Dinasti Syailendra semakin
sengit.
Akhirnya,
Rakai Pikatan sebagai Dinasti Sanjaya berhasil menguasai kerajaan sedangkan
Pramodawardhani bersama anaknya, Balaputradewa melarikan diri ke Palembang,
Sumatra Selatan untuk kemudian mereka menjalankan sebuah kerajaan bernama
Kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan Prasasti Balitung, setelah Rakai Pikatan wafat,
kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Rakai Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan
penasehat yang juga jadi pelaksana pemerintahan. Dewan yang terdiri atas lima
patih ini di antaranya adalah:
a. Ratu, Datu,
Sri Maharaj
b. Rakryan Mahamantri
I Hino
c. Mahamantri
Halu & Mahamantri I Sirikan
d. Mahamantri Wko
& Mahamantri Bawang
e. Rakryan
Kanuruhan
Raja
Mataram selanjutnya adalah Rakai Watuhumalang, kemudian dilanjutkan oleh Dyah
Balitung yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya
Maha Dambhu sebagai Raja Mataram Kuno yang sangat terkenal. Raja Balitung
berhasil menyatukan kembali Kerajaan Mataram Kuno dari ancaman perpecahan. Di
masa pemerintahannya, Raja Balitung menyempurnakan struktur pemerintahan dengan
menambah susunan hierarki. Bawahan Raja Mataram terdiri atas tiga pejabat
penting, yaitu Rakryan I Hino sebagai tangan kanan raja yang didampingi oleh
dua pejabat lainnya.
Rakryan
I Halu, dan Rakryan I Sirikan. Selain struktur pemerintahan baru, Raja Balitung
juga menulis Prasasti Balitung. Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti
Mantyasih ini adalah prasasti pertama di Kerajaan Mataram Kuno yang memuat
silsilah pemerintahan Dinasti Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan
Mataram Kuno masih mengalami pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat
kerajaan pindah ke Jawa Timur. Mpu Daksa, yang pada masa pemerintahan Raja
Balitung menjabat Rakryan i Hino, melakukan kudeta karena merasa bahwa ia
adalah keturunan asli Dinasti Sanjaya, kemudian Mpu Daksa digantikan oleh
menantunya, Sri Maharaja Tulodhong.
5. Kerajaan
Singhasari
Keberadaan Kerajaan
Singhasari didasarkan pada kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca yang
menjelaskan raja-raja yang memerintah di Singasari serta kitab Pararaton yang
juga menceritakan keajaiban Ken Arok. Ken Arok semula sebagai akuwu (bupati) di
Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya karena tertarik kepada Ken
Dedes isteri Tunggul Ametung. Pada tahun 1222 M Ken Arok menyerang kediri
sehingga Kertajaya mengalami kekalahan pada pertempuran di desa Ganter.
Ken
Arok menyatakan dirinya sebagai Raja Singasari dengan gelar Sri Rangga Rajasa
Bhattara Sang Amurwabhumi. Raja Singasari yang terkenal adalah Kertanegara Karena
di bawah pemerintahannya Singasari mencapai puncak kebesarannya. Kertanegara
bergelar Sri Maharajaderaja Sri Kertanegara mempunyai gagaasan politik untuk
memperluas wilayah kekuasannya, menyingkirkan lawan-lawan politiknya, menumpas
pemberontakan, menyatukan agama Syiwa dan Buddha menjadi agama Tantrayana
(Syiwa Buddha dipimpin oleh Dharma Dyaksa), melakukan politik perkawinan, dan
mengirim ekspedisi Pamalayu tahun1275.
6. Kerajaan
Majapahit
Kerajaan Majapahit
merupakan kerajaan Hindu terakhir dan terbesar di Indonesia. Letaknya di Pulau
Jawa. Pendirinya adalah Raden Wijaya yang sempat melarikan diri ke Madura
bersama istrinya saat terjadi Peristiwa Mahapralaya. Kerajaan Majapahit,
awalnya hanyalah sebuah desa kecil bernama Desa Tarik yang merupakan pemberian
Raja Jayakatwang dari Kediri. Raden Wijaya telah dimaafkan dan dipercaya tidak
bersalah atas kesalahan generasi atasnya.
Singkat
cerita, pada tahun 1292, armada Cina yang terdiri dari 1.000 buah kapal dengan
20.000 orang prajurit tiba di Tuban, Jawa Timur dengan tujuan untuk menyerang
Raja Kertanegara yang telah merebut Kerajaan Melayu dan menyatakan tidak mau
tunduk pada Kaisar Kubilai Khan. Mereka tidak tau bahwa Raja Kertanegara
beserta Kerajaan Singhasari itu telah meninggal dan hancur dikalahkan oleh Raja
Jayakatwang dari Kediri. Mengetahui rencana penyerangan dari Cina ini, Raden
Wijaya mengambil kesempatan untuk merebut kembali Kerajaan Singhasari. Ia
menggabungkan diri dengan pasukan cina dan menyerang Raja Jayakatwang di
Kediri.
Kerajaan
Kediri tidak mampu menghadapi serangan, sehingga Raja Jayakatwang berhasil
dikalahkan. Kemenangan itu membuat pasukan Cina bergembira dan berpesta pora.
Mereka tidak menyangka ketika sedang berpesta pora, pasukan Majapahit balik
menyerang mereka. Akhirnya pasukan armada Cina kalah, dan mereka segera kembali
ke tanah airnya. Sejak saat itu Kerajaan Majaphit mulai berkuasa. Pada tahun
1295, berturut-turut pecah pembrontakan yang dipimpin oleh Rangga lawe dan
disusul oleh Saro serta Nambi. Pembrontakan-pembrontakan itu bisa dipadamkan.
Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 dan mendapat penghormatan di dua tempat,
yaitu Candi Simping (Sumberjati) dan Candi Artahpura. Setelah Raden Wijaya
wafat, putera permaisuri Tribuwaneswari yang bernama Jayanegara menggantikannya
sebagai Raja Majapahit.
Pada
awal pemerintahannya Jayanegara harus menghadapi sisa pemberontakan yang
meletus dimasa ayahnya masih hidup. Selain pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja
Jayanegara diselamatkan oleh pasukan pengawal (Bhayangkari) yang dipimpin oleh
Gajah Mada ia kemudian diungsikan ke Desa Bedager. Raja Jayanegara wafat tahun
1328 karena dibunuh oleh salah seorang anggota dharmaoutra yang bernama Tanca.
Oleh karena ia tidak mempunyai putra ia kemudian digantikan oleh adik
perempuannya Bhre Kahuripan yang bergelar Tribuanatunggadewi
Jayawishnuwardhani.
Suaminya
bernama Cakradhara yang berkuasa di Singasari dengan gelar Kertawerdhana. Dari
kitab Negarakertagama, digambarkan adanya beberapa pemberontakan di masa
pemerintahan Ratu Tribuanatunggadewi. Pembrontakan yang paling berbahaya adalah
pemberontakan di Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Namun pemberontakan itu dapat
dipadamkan oleh Gajah Mada. Setelah itu Gajah Mada bersumpah di hadapan Raja
dan para pembesar kerajaan bahwa ia tidak akan amukti palapa (memakan buah
palapa), sebelum ia dapat menundukan seluruh Nusantara di bawah naungan
Majapahit.
Pada
tahun 1334, lahirlah putra mahkota Kerajaan Majapahit yang diberi nama Hayam
Wuruk. Pada tahun 1350, Ratu Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah
berkuasa 22 tahun. Ia wafat pada tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Wuruk
dinobatkan sebagai raja Majapahit dan bergelar Sri Rajasanagara dan Gajah Mada
diangkat sebagai Patih Hamangkubumi. Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah
Mada, Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit
menguasai wilayah yang sangat luas. Hampir seluruh wilayah Nusantara tunduk
pada Majapahit, namun ada satu kerajaan kecil yang belum berhasil dikuasai
kerajaan Majapahit, yaitu Kerajaan Sunda Galuh. Raja Hayam Wuruk bersama Patih
Gajah Mada berusaha untuk menaklukan kerajaan tersebut.
Namun
ketika itu Raja Hayam Wuruk terlanjur jatuh cinta pada putri dari Kerajaan
Sunda Galuh yang bernama Dyah Pitaloka. Raja Hayam Wuruk bermaksud untuk
menikahi Dyah Pitaloka. Ia mengundang keluarga besar Kerajaan Sunda Galuh
datang ke Kerajaan Majapahit untuk menikah dengan Dyah Pitaloka. Ketika keluarga
besar dari kerajaan Sunda Galuh tiba di Kerajaan Majapahit, terjadi
kesalahpahaman. Patih Gajah Mada mengira bahwa keluarga besar Kerajaan Sunda
Galuh ingin menyerang Kerajaan Majapahit, akhirnya Patih Gajah Mada segera
mengeluarkan pasukan dan membunuh semua anggota keluarga Kerajaan Sunda Galuh.
Hanya Dyah Pitaloka yang tidak dibunuh. Melihat seluruh keluarganya tewas, Dyah
Pitaloka pun akhirnya melakukan belapati (bunuh diri) pada dirinya sendiri.
Raja
Hayam wuruk yang mengetahui peristiwa kesalah pahaman tersebut menjadi marah,
terlebih ketika melihat calon istrinya mati karena bunuh diri atas
kesalahpahaman patihnya. Akhirnya, Raja Hayam Wuruk pun sakit, dan meninggal
karena sakit hati. Sejak kematian Raja Hayam Wuruk, maka Kerajaan Majapahit
mencapai masa kemunduran, perlahan-lahan kekuasaan Majapahit pun runtuh. Pada
salah satu versi cerita, dikisahkan Sang Patih, Gajah Mada pergi ke sebuah
gunung untuk berdiam diri dan menjadi pertapa karena merasa bersalah pada
rajanya.
C. Peninggalan-peninggalan Kebudayaan
Hindu-Budha
Masuknya kebudayaan India
ke Indonesia telah membawa pengaruh terhadap perkembangan kebudayaan di
Indonesia. Kebudayaan yang datang dari India mengalami proses penyesuaian
dengan kebudayaan asli Indonesia. Terjadilah proses akulturasi. Pengaruh
kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan
sejarah dalam berbagai bidang, antara lain:
1) Bidang
agama, dibuktikan dengan berkembangnya agama Hindu dan Budha di Indonesia.
2) Bidang
politik dan pemerintahan, sistem pemerintahan yang berlangsung di Indonesia
masih berupa pemerintahan kesukuan yang dipimpin oleh seorang kepala suku.
Kemudian masuknya pengaruh India membawa pengaruh pada terbentuknya kerajaan
yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia.
3) Bidang
pendidikan, lembaga-lembaga pendidikan semacam asrama merupakan bukti dari
pengaruh kebudayaan Hindu-Budha. Lembaga tersebut mempelajari satu bidang saja,
yaitu keagamaan.
4) Bidang
sastra dan bahasa, pengaruh kebudayaan Hindu-Budha pada bidang sastra
menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa oleh masyarakat Indonesia.
Karya sastra itu antara lain:
a. Arjunawiwaha,
b. Bharatayudha,
c. Gatotkacasraya
d. Arjuna
wijaya dan Sutasoma
e. Negarakertagama
f. Wretta
sancaya Lubdhaka.
5) Bidang
seni tari, relief-relief yang terdapat pada candi-candi Borobudur dan Prambanan
menunjukan adanya bentuk tarian yang berkembang pada masa itu. Tarian perang,
tuwung, bungkuk, ganding, matapukan merupakan tarian yang terlihat direlief
candi tersebut.
6) Hiasan
pada candi atau sering disebut dengan relief yang terdapat pada candi-candi di
Indonesia.
7) Wujud
akulturasi pemujaan arwah leluhur dengan ajaran Hindu-Budha yang dapat dilihat
dari bentuk arca dan patung yang ditempatkan di Candi.
8) Bidang
seni bangunan. Bidang seni bangunan adalah salah satu peninggalan budaya
Hindu-Budha di Indonesia yang sangat menonjol antara lain candi dan stupa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendapat mengenai proses masuk dan
berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia, yaitu hipotesis Waisya,
Hipotesis Ksatria, Hipotesis Brahmana dan teori Arus Balik. Masuk dan
berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Budha membawa pengaruh besar di
berbagai bidang. Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan
salah satu bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Setiap
kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak dan
turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu antara lain : Kerajaan
Kutai, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sriwijaya, Mataram
Kuno, Kerajaan Singhasari, Kerajaan Majapahit. Masuknya kebudayaan
India ke Indonesia telah membawa pengaruh terhadap perkembangan kebudayaaan di
Indonesia. Namun kebudayaan asli Indonesia tidak begitu luntur. Kebudayaan yang
datang dari India mengalami proses penyesuaian dengan kebudayaan, maka
terjadilah proses akulturasi kebudayaan.
B. Saran
Kebudayaan yang berkembang di Indoneisa pada
tahap awal diyakini berasal dari India. Pengaruh itu diduga mulai masuk pada
awal abad masehi. Apabila kita membandingkan peninggalan sejarah yang ada di
Indonesia akan ditemukan kemiripan itu. Sebelum kenal dengan kebudayaan India,
bangunan yang kita miliki masih sangat sederhana. Saat itu belum dikenal
arsitektur bangunan seperti candi atau keraton. Tata kota di pusat kerajaan
juga dipengaruhi kebudayaan hindu. Demikian pula dalam hal kebudayaan yang lain
seperti peribadatan dan kesastraan.Kita harus menjaga kelestarian dan budaya-budaya
yang ditinggalkan agama Hindu-Budha.
DAFTAR PUSTAKA
Nasrudin Muh, Warsito S.W, Nursa’ban
Muh, Mari Belajar IPS VII, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional, 2008
Iwan Setiawan dkk, Wawasan
Sosial, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional Indonesia, 2008
Rickflefs, M. C. Sejarah Indonesia
Modern. Yogyaarta : Gajah
Mada university Press,
1998
alfichry.blogspot.sg